Selasa, 28 Desember 2010

Tahapan Folikulogenesis


Folikulogenesis merupakan proses perkembangan folikel di dalam ovari, yang melibatkan beberapa proses yaitu rekrutmen, seleksi, pertumbuhan, pematangan, dan  ovulasi.  Proses perkembangan dan maturasi folikel dikontrol oleh pars distalis pada kelenjar hipofisa,yaitu dengan mensekresikan FSH, LH dan prolaktin pada beberapa spesies. Ada tiga tahap perkembangan folikel :
1.      Tahap Preovulasi
2.      Tahap Ovulasi
3.      Tahap Post-Ovulasi

Tahap Pre-ovulasi
Tahap preovulasi merupakan masa perkembangan folikel di dalam ovari:
  1. Folikel Primordial
    Sebelum lahir, bagian korteks pada ovari wanita berisi sejumlah besar folikel. Folikel primordial ini berisi oosit imatur yang dikelilingi sel granulosa bertipe pipih selapis yang tersegregasi dari sekitar oosit sampai ke membran basal. Sel-sel ini diam, hanya memperlihatkan sedikit atau tidak memperlihatkan aktifitas sel sama sekali. Folikel primordial dapat mengalami dormansi selama lebih dari lima puluh tahun pada manusia, panjangnya siklus ovari tidak mencakup waktu ini.

    Pada kehamilan tujuh bulan, folikel primordial telah terbentuk pada gonad janin sebanyak ± tujuh juta folikel (Guerin 2008). Selama perkembangan masa janin ovarium mengandung lebih dari tujuh juta folikel primordial. Namun banyak yang mengalami atresia (involusi) sebelum lahir dan yang lain hilang setelah lahir. Pada saat lahir terdapat dua juta ovum, tetapi 50% bersifat atretik.  Selama perkembangan terjadi atresia terus menerus, dan jumlah ovum di kedua ovarium pada saat pubertas adalah kurang dari tiga ratus ribu yang masuk ke tahap pre-ovulasi (Ganong 2003).
    Penelitian telah menunjukan bahwa initial rekrutmen dimediasi oleh keseimbangan hormon stimulator, inhibitor dan faktor pertumbuhan (growth factor). Folikel primordial ini memiliki ukuran dengan diameter kira-kira 30-50µm. Oosit berinti eksentrik (agak kepinggir), banyak gelembung kecil, dan mengandung nukleolus besar (Heffner dan Schust 2008), Pada manusia, tahap ini aktifitas oosit mulai menghasilkan butir-butir yolk (Ownby 2007). Pengamatan pada sayatan semi tipis ovari Opossum dengan metode TEM menunjukkan bahwa mitokondria dan ribosom tersebar di seluruh sitoplasma (Cesario dan Matheus 2008).
  2. Folikel Primer
    Oosit membesar, sel folikel jadi kubus atau silindris, lalu bermitosis membentuk sel-sel granulosa, yang terdiri dari beberapa lapis menandakan perubahan folikel primordial menjadi folikel primer. Ada pigmen lipokrom dalam ooplasma, banyak butir lemak, banyak ribosom bebas (Heffner dan Schust 2008), dan pada sayatan semitipis ovari Opossum dapat diamati mitokondria mengelompok di bawah plasmalemma dengan struktur memanjang (Cesario dan Matheus 2008). Oosit membentuk mikrovili, sedangkan sel granulosa (sel folikel) yang menyelubunginya membentuk filopodia (tonjolan-tonjolan halus yang panjang  ke arah oosit) yang berfungsi sebagai penyalur nutrisi dari jaringan induk (ovarium) ke oosit. Sel-sel granulosa membentuk zona pelusida. Genom oosit  diaktifasi dan gen ditranskripsi, permulaan sinyal parakrin dibentuk yang mana ini penting untuk komunikasi antara folikel dan oosit. Oosit dan folikel tumbuh secara cepat, meningkat diameternya hingga hampir mencapai 0,1mm. Pada tahap folikel primer terbentuk reseptor FSH, tetapi tidak tergantung pada gonadotropin sampai tahap antral. Oosit primer ini hanya menempuh meiosis I sampai tahap leptoten profase (Heffner dan Schust 2008). 
    Kapsul polimer glikoprotein yang disebut zona pellusida terbentuk disekitar oosit memisahkannya dari sel granulosa di sekelilingnya. Zona pellucida yang masih mengikuti oosit sesudah ovulasi, mengandung enzim yang mengkatalis penetrasi sperma. Folikel primer ini memiliki ukuran dengan diameter ≤100µm (Ownby 2007).
  3. Folikel Sekunder
    Pada tahap ini aktifitas mitosis folikel tinggi dan menyebabkan bertambahnya lapisan sel granulosa yang disebut membran granulosa. Membran granulosa ini mulai mensekresikan cairan folikel. Sel teka yang menyerupai stroma dibentuk dengan sinyal yang dilepaskan oleh oosit. Sel-sel ini mengelilingi sebagian besar lapisan luar folikel, membran basal, membentuk teka internal dan teka eksternal. Jaringan pembuluh kapiler yang komplek terbentuk antara kedua lapisan sel teka ini dan mulai mensirkulasikan darah menuju dan dari folikel (Wikipedia 2009).
    Sel-sel pada teka internal besar, bulat dan seperti epitel, sedangkan sel pada teka eksternal lebih kecil dan dinamakan fibroblast. Dengan berkumpulnya cairan folikel dari membran granulosa maka terbentuk kantung kecil yang berisi cairan diantara sel-sel granulosa. Kantung-kantung kecil tersebut menyatu sehingga membentuk kantung yang lebih besar, yang kemudian akan berkembang menjadi antrum. Pada tahap ini folikel disebut juga dengan folikel sekunder vesikuler. Biasanya pada wanita hanya satu folikel sekunder yang terus berkembang  (Ownby 2007).
    Folikel sekunder akhir disebut juga folikel preantral. Proses perubahan sel primodial sampai preantral dikenal dengan inisiasi rekrutmen yang berlangsung selama ±120 hari pada manusia (Gambar 5). Secara histologi folikel preantral ditandai dengan oosit yang berkembang sempurna dikelilingi oleh zona pelusida, kira-kira terdiri dari sembilan lapis sel granulosa, membran basal, teka internal, kapiler, dan teka eksternal. Folikel pada tahap ini memiliki ukuran diameter ±200µm (Wikipedia 2009). Oosit mencapai besar maksimal dan letaknya eksentrik dalam folikel. Meiosis I sampai pada tahap diploten profase. Pada preparat sayatan semi tipis ovari Opossum terlihat adanya butir-butir lipid dalam sitoplasma oosit (Cesario dan Matheus 2008). Sel granulosa terdiri dari 6-12 lapis sel (Heffner dan Schust 2008).
  4. Folikel Tersier
    Folikel tersier juga dikenal sebagai folikel antral, ditandai dengan pembentukan rongga berisi cairan yang berdampingan dengan oosit dan disebut antrum. Struktur dasar dari folikel matang sudah terbentuk. Sel granulosa dan sel teka melanjutkan proses mitosis dengan peningkatan volume antrum. Folikel tersier dapat mencapai ukuran yang besar yang dihambat dengan tersedianya FSH. Dengan perintah yang berasal dari gradien morfogenik yang dilepaskan oosit, sel granulosa pada folikel tersier mulai berdiferensiasi menjadi empat sub bagian:
    a.       Korona radiata yang mengelilingi zona pelusida
    b.      Membrana melapisi bagian dalam membran basal
    c.       Periantral berdampingan dengan antrum
    d.      Cumulus oophorous yang menghubungkan membran, corona radiata dan sel granulosa.
    Masing-masing bagian ini memperlihatkan respon yang berbeda terhadap FSH (Ownby 2007).
    Sel teka mengekspresikan reseptor Luteinizing Hormone (LH). LH menghambat produksi androgen oleh sel teka. Beberapa androstendion diaromatisasi oleh sel granulosa untuk memproduksi estrogen, khususnya estradiol sehingga kadar estrogen mulai meningkat.
    Pada tahap ini juga terjadi proses kematian folikel yang dikenal dengan atresia, dan ditandai dengan apoptosis radikal dari semua bagian sel dan oosit. Faktor utama yang dapat menyebabkan atresia adalah hormon. Dalam mekanisme terjadinya atresia, kadar Inhibin (FSH suppressing substance) tinggi sehingga kadar hormon FSH menjadi rendah. Sebagai feedback dari rendahnya kadar FSH, maka hormon LH dan estradiol meningkat kadarnya (Anonim 2009).
  5. Folikel de Graaf (Matang)
    Folikel yang tidak dominan berdiameter antara 200µm sampai dengan 2mm, folikel ini dapat mengalami atresia. Folikel yang dominan berdiameter 5mm sampai dengan 10mm dan akan terus berlanjut ke tahap berikutnya (Wikipedia 2009). Perkembangan oosit pada tahap ini berlangsung sampai dengan metafase pada meiosis II, dan setelah itu berhenti (Heffner dan Schust 2008).
    Oosit yang diselaputi beberapa lapis sel granulosa berada dalam suatu tonjolan ke dalam antrum, disebut cumulus oophorus. Kalau terjadi ovulasi tonjolan inilah yang lepas ke luar ovarium, dan sel granulosa sekeliling oosit disebut corona radiata. Oosit kini disebut ovum, meski meiosis II belum diselesaikan. Polosit I (polar bodi) yang terbentuk akhir meiosis I berada di luar oosit, sebelah dalam zona pelusida. Meiosis II diselesaikan kalau ovum dibuahi (Heffner dan Schust 2008).
    Sel folikel melepas hormon estrogen, di mana estradiol merupakan unsur yang dominan sebelum ovulasi berlangsung. Tahap ini mempunyai seluruh komponen folikel sekunder vesikuler namun berukuran jauh lebih besar dan terdiri dari satu antrum yang besar. Folikel ini sangat besar dan biasanya merupakan perluasan dari bagian terdalam korteks dan menonjol di permukaan ovari. Folikel de graaf berdiameter 10mm sampai dengan 20mm. Pada beberapa spesies, sesaat sebelum ovulasi oosit primer pada folikel yang matang menyelesaikan meiosis I sehingga menghasilkan oosit sekunder dan polar bodi (Ownby 2007). Pengamatan pada sayatan semitipis ovari Opossum memperlihatkan bahwa ooplasma penuh dengan badan vesikuler yang berkilau dan mitokondria memanjang berkelompok di daerah korteks (Cesario dan Matheus 2008).
     
    Tahap Ovulasi
    Pada hari ketiga belas siklus menstruasi, folikel akan membentuk sebuah bukaan yang disebut stigma dan melepaskan oosit bersama sel kumulus dalam proses yang disebut ovulasi. Oosit sekarang memiliki kemampuan untuk melakukan fertilisasi dan akan bergerak turun menuju tuba falopi dan pada akhirnya diimplantasikan di uterus. Oosit yang sudah berkembang sempurna (gamet) memasuki siklus menstruasi (Ownby 2007).

    Tahap Post Ovulasi
    Corpus Hemorrhagicum
    Setelah ovulasi, peluruhan dari folikel yang tersisa biasanya menghasilkan struktur yang disebut corpus hemorrhagicum, folikel yang pecah segera terisi darah. Perdarahan ringan dari folikel ke dalam rongga abdomen dapat menimbulkan iritasi peritoneum dan nyeri abdomen bawah singkat (mittelschmerz). Sel-sel granulosa dan teka yang melapisi folikel mulai berproliferasi, dan bekuan darah dengan cepat diganti oleh sel luteal (Ganong 2003).

    Corpus Luteum
    Pada sebagian besar spesies, LH dari kelenjar pituitari mengarahkan luteinisasi dan menstimulasi sel granulosa untuk menghasilkan progesteron. Sel granulosa berproliferasi membesar dan berubah menjadi sel granulosa lutein. Pada beberapa spesies termasuk manusia, kumpulan lipid berpigmen kuning (lutein) dan lipid-lipid lainnya menandai perubahan menjadi sel granulosa lutein. Sel-sel pada teka internal juga bertransformasi menjadi lipid pembentuk sel yang disebut sel teka lutein. Jika terjadi fertilisasi, corpus luteum dipertahankan dan mensekresikan progesteron (Ownby 2007).
    Sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan, membentuk korpus luteum. Hal ini mencetuskan fase luteal siklus menstruasi, saat sel-sel luteum mensekresikan estrogen dan progesteron. Pertumbuhan korpus luteum bergantung pada kemampuannya membentuk vaskularisasi untuk memperoleh darah. Bila terjadi kehamilan, korpus luteum menetap dan biasanya tidak terjadi lagi periode menstruasi sampai setelah melahirkan (Ganong 2003).

    Corpus Albicans
    Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum mulai mengalami degenerasi sekitar 4 hari sebelum menstruasi berikutnya (hari ke-24 siklus menstruasi) dan akhirnya digantikan dengan jaringan ikat membentuk korpus albikans (Ganong 2003).


1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.