Etika Peneliti


©Etika dalam berperilaku dan dalam kepengarangan  (LIPI)

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2007) mendefinisikan peneliti sebagai insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan tertentu, yang mempunyai tugas utama melakukan penelitian ilmiah dalam rangka pencarian kebenaran ilmiah.  Dengan demikian, tujuan utama pelaksanaan penelitian adalah pencarian kebenaran ilmiah.  Secara umum bisa dijelaskan bahwa penelitian yang dilakukan dalam pencarian kebenaran ilmiah juga bertujuan memperluas dan menambah pengetahuan dan pemahaman manusia tentang dunia fisik, biologis, dan sosial melebihi dari apa yang sudah diketahui pada saat ini.  Selain itu, tujuan para peneliti membaktikan diri pada pencarian kebenaran ilmiah adalah untuk memajukan ilmu pengetahuan, menemukan teknologi, dan menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi peningkatan peradaban dan kesejahteraan manusia.  Perlu diberikan penekanan di sini bahwa penelitian harus menghasilkan sesuatu yang baru baik dalam tataran ilmu pengetahuan maupun dalam aspek pengembangan teknologi dan inovasi yang bermanfaat bagi peningkatan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.  Dengan demikian, para peneliti sebagai ilmuwan dituntut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat.  Dalam melakukan tugas tersebut, para peneliti dituntut untuk menjunjung tinggi dan menjaga perbuatan dan tindakan yang bertanggung jawab dalam penelitian.

Berikut ini disarikan rangkuman dari National Academy of Science USA (1995) tentang beberapa hal yang harus dicermati oleh para peneliti dalam melakukan penelitian yang bertanggung jawab.

Yang pertama, seorang ilmuwan atau peneliti dalam melakukan penelitian yang bertanggung jawab harus memahami dan menyadari landasan sosial ilmu pengetahuan atau sains.  Apa landasan sosial ilmu pengetahuan?  Sepanjang sejarah ilmu pengetahuan, para filosof dan ilmuwan telah berupaya menjelas sebuah prosedur tunggal yang sistematis yang dapat digunakan untuk menghasilkan pengetahuan ilmiah, tetapi mereka tidak pernah berhasil.  Praktik ilmu pengetahuan terlalu banyak tahapannya dan praktisinyapun terlalu berragam dan bervariasi sehingga tidak dapat diwadahi atau ditangkap dalam sebuah penjelasan tunggal.  Para peneliti mengumpulkan dan menganalisi data, mengembangkan hipotesis dan pemikiran, mereplikasi dan mengulang bahkan melanjutkan penelitian terdahulu, mengkomunikasikan hasil penelitian dan temuannya dengan orang (ilmuwan) lain, mereview dan mengkritik hasil atau temuan rekan sejawatnya, melatih dan membimbing kader peneliti dan mahasiswa, atau kalau tidak terlibat dalam kehidupan komunitas ilmuwan.  Sains juga sangat jauh dari usaha yang self-contained dan self-sufficient.  Perkembangan teknologi sangat mempengaruhi ilmu pengetahuan, seperti ketika suatu perlatan baru, seperti teleskop, mikroskop, roket, atau komputer, membuka semua area pertanyaan yang sangat baru.  Kekuatan sosial (social force) juga mempengaruhi arah penelitian, yang sangat memperumit dan merumitkan deskripsi perkembangan dan progres ilmiah.

Faktor lain yang merumitkan analisis proses ilmiah adalah hubungan yang saling berkaitan antara pengetahuan individu dan pengetahuan masyarakat dalam sains.  Dalam pusat dan jantung pengalaman ilmiah adalah pandangan dan visi individu ke dalam cara kerja alam semesta ini.  Banyak di antara pencapaian yang menonjol dan luar biasa dalam sejarah ilmu pengetahuan bertumbuh dan berkembang dari pergumulan dan keberhasilan individu ilmuwan yang telah berupaya dan berusaha mencari penjelasan tentang fenomena di alam semesta ini.  Pada waktu yang bersamaan, sains atau ilmu pengetahuan adalah sungguh suatu perusahaan sosial, yang berbeda sekali dari pemahaman umum bahwa sains adalah pencarian kebenaran sepi dan terisolir.  Dengan beberapa perkecualian, penelitian ilmiah tidak dapat dilakukan tanpa harus mendasarkan pada karya orang lain atau bekerja sama dengan orang lain.  Hal ini tanpa dapat dihindarkan berlangsung dan terjadi di dalam konteks sosial dan historis yang luas, yang memberikan bahan, arah, dan akhirnya arti serta makna bagi kerja individu ilmuwan.

 Seperti yang sudah dijelaskan di atas, penelitian bertujuan memperluas pengetahuan manusia tentang dunia fisik, biologis, dan sosial melebihi apa yang sudah diketahui saat ini.  Tambahan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh setiap peneliti masih dalam ranah konsep, teori, atau hasil pengamatan individu atau kelompok peneliti.  Pengetahuan, ilmu, atau temuan individu atau kelompok peneliti ini baru akan memasuki ranah sains sesungguhnya setelah temuan atau ilmu tersebut diterima oleh khalayak ilmuwan.  Proses masuknya pengetahuan individu ke dalam ranah sains inilah yang lebih umum dikenal dengan istilah publikasi.  Proses penyajian dan pemaparan hasil temuan peneliti kepada orang lain hendaknya dalam bentuk yang kesahihannya dapat dinilai dan dievaluasi secara bebas.   Proses penyajian dan pemaparan temuan atau hasil penelitian ini bisa dilakukan dalam berbagai bentuk dan cara, misalnya diskusi, pertukaran data, seminar, presentasi pada seminar atau kongres ilmiah, menulis hasil penelitiannya dan mengirimkannya untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah, yang selanjutnya naskah artikel itu akan dievaluasi oleh reviewer.  Setelah artikel diterbitkan, atau suatu penelitian dipresentasikan, para ilmuwan pembaca dan pendengar akan menilai hasil itu berdasarkan apa yang mereka ketahui sebelumnya dari sumber-sumber lain.  Selama proses diskusi dan pemaparan ini, ide individu akan diuji secara kolektif, disortir, dan secara selektif digabungkan dengan pandangan dunia ilmu yang berdasarkan konsensus namum terus berkembangan ini.   Dalam proses ini, pengetahuan individu secara pelan-pelan akan memasuki ranah pengetahuan yang secara umum diterima.  Proses review dan revisi ini sangat penting sehingga dapat memperkecil pengaruh subjektivitas individu dengan mengharuskan bahwa hasil penelitian itu diterima oleh ilmuwan lain.  Mekanisme sosial ilmu pengetahuan melakukan banyak hal dari sekadar validasi ilmu pengetahuan.  Mekanisme sosial ini juga membantu membangkitkan dan mempertahankan kumpulan teknik percobaan, konvensi sosial, dan metode lain yang digunakan oleh para saintis dalam melakukan dan melaporkan penelitian.  Beberapa di antara metode ini merupakan ciri permanen sains; yang lain berkembang dengan berjalannya waktu atau berbeda dari satu disiplin ke disiplin lain. Karena mereka ini mencerminkan standar yang diterima secara sosial dalam sains, penerapannya menjadi unsur kunci praktik ilmiah yang bertanggung jawab.

Yang kedua, menjadi seorang saintis dan peneliti yang bertanggung jawab, para peneliti harus memahami nilai-nilai dalam sains.  Para peneliti tidak hanya membawa kumpulan prosedur dan teknik ke tempat kerjanya.  Para saintis juga harus membuat kemputusan kompleks tentang interpretasi data, tentang permasalahan mana yang harus dikejar, dan tentang kapan harus mengakhiri suatu percobaan dan penelitian.  Mereka harus memutuskan cara terbaik untuk bekerja sama dengan orang lain dan mempertukarkan informasi.  Dengan memperhitungkan semua ini, masalah penilaian atau judgement ini sangat besar sumbangannya terhadap perkembangan sains, dan karakter suatu keputusan individu seseorang membantu menentukan gaya ilmiah seseorang (dan juga, sering terjadi, dampak kerja orang itu).  Banyak pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membuat suatu keputusan yang baik dalam ilmu pengetahuan dipelajari dari pengalaman pribadi dan dari interaksi dengan ilmuwan lain.  Akan tetapi beberapa di antara kemampuan ini sangat sulit untuk diajarkan atau bahkan untuk dijelaskan.  Banyak di antara pengaruh yang tak tampak dalam penemuan/temuan ilmiah, yaitu keingintahuan, intuisi, kreativitas, sebagian besar defy analisis rasional, akan tetapi mereka inilah sebagian yang dibawa-bawa para peneliti ke tempat kerjanya.  Ketika judgement dikenal sebagai perkakas ilmiah, adalah lebih mudah melihat bagaimana ilmu pengetahuan dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai.  Coba bayangkan, misalnya, cara orang menilai hipotesis yang saling bertentangan.  Dalam suatu bidang sains tertentu, beberapa penjelasan yang berbeda bisa bertanggung jawab atas fakta yang tersedia sama baiknya, dengan yang masing-masing menyarankan suatu jalan lain untuk penelitian lanjutan.  Bagaimana para peneliti memilih di antara pilihan itu?  Para saintis dan fislosofer telah mengusulkan beberapa kriteria untuk membedapakn hipotesis ilmiah yang bermasa depan baik dari hipotesis yang kurang bermanfaat.  Hipotesis harus secara internal konsisten sehingga mereka tidak akan menimbulkan kesimpulan yang saling bertentangan.  Kemampuannya untuk menyediakan pendugaan atau prediksi eksperimental, kadang-kadang di dalam bidang yang jauh dikeluarkan dari domain asli hipotesis, dipandang sebagai hal yang lebih disukai.  Pada disiplin ilmu di mana eksperimentasi kurang straightforward, seperti geologi, astronomi, atau banyak di antara ilmu sosial, hipotesis yang baik hendaknya mampu memadukan dan menyatukan pengamatan yang disparate.  Juga yang sangat dihargai adalah simplisitas (kesederhanaan) dan sepupunya yang lebih halus, elehance.
 Nilai tidak dapat dan sebaiknya tidak dipisahkan dari sains.  Keinginan untuk melakukan penelitian baik adalah nilai manusiawi.  Demikian juga keharusan bahwa kejujuran dan objektivitas yang baku harus tetap dipertahankan.  Mekanisme sosial dalam sains juga dapat menghilangkan pengaruh yang bertentangan yang mungkin dimiliki oleh nilai personal penelitinya.  Para peneliti tidak hanya membawa teknik dan metode ke tempat kerjanya.  Para peneliti juga membuat keputusan yang kompleks tentang interpretasi data, permasalahan mana yang akan dikejar, dan kapan untuk mengakhiri dan menyimpulkan suatu percobaan.  Semua nilai-nilai dan keterampilan ini dipelajari melalui pengalaman pribadi dan interaksi dengan saintis lain.  Beberapa nilai lain yang harus dimiliki oleh peneliti adalah keingintahuan, intuisi, dan kreativitas.

Yang ketiga adalah menghindarkan diri dalam keterlibatan kegiatan ilmiah yang mempunyai conflict of interest atau bias kepentingan untuk mengurangi masuknya bias ke dalam sains.  Para peneliti harus menghindarkan diri dari setiap tindakan dan perbuatan yang mempunyai niat tersembunyi baik dalam pelaksanaan penelitian, evaluasi proposal, evaluasi suatu penelitian, evaluasi naskah yang akan diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang bisa menghalangi kita dalam pencarian kebenaran ilmiah, yang akhirnya bisa jadi malah menyesatkan.  Para peneliti harus membebaskan diri dari bias kepentingan ketika melakukan kegiatan ilmiah. 

Yang keempat adalah mendorong publikasi dan keterbukaan.  Sains bukan hanya pengalaman dan pengetahuan pribadi.  Sains adalah pengetahuan yang dibagikan berdasarkan pemahaman bersama tentang beberapa aspek dunia fisik dan sosial.  Untuk alasan itu, konvensi sosial sains memainkan peranan penting dalam memantapkan keandalan pengetahuan ilmiah.  Jika konvensi ini dilanggar, kualitas sains akan rusak.  Konvensi sosial yang sudah terbukti efektif dalam sains adalah publikasi dan penelaahan sejawat.  Ada konvensi bahwa penemu pertama bukan yang meneliti pertama, tetapi yang melaporkan pertama dalam jurnal ilmiahlah yang menjadi penemu pertama.  Sekali hasil penelitian telah diterbitkan maka hasil tersebut akan dapat digunakan oleh peneliti lain untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Akan tetapi harus diingat bahwa sampai hasil itu menjadi pengetahuan umum, orang-orang yang menggunakannya harus mengakui penemunya melalui rujukan.  Dengan cara ini ilmuwan menjadi diberikan ganjaran melalui pengakuan sejawat dengan mempublikasikan hasil penelitian.  Sebelum publikasi, pertimbangan yang berbeda akan berlaku.  Jika seseorang menggunakan bahan-bahan yang belum dipublikasikan yang ditemukan pada suatu usulan penelitian khusus atau pada naskah, orang yang menggunakan informasi tersebut bisa dikatakan pencuri hak kekayaan intelektual.  Dalam industri, hak komersial atas karya ilmiah dimiliki oleh pemilik usaha dibandingkan dengan pekerja, akan tetapi ketentuan yang hampir mirip berlaku: hasil penelitian adalah rahasia (privilage) sampai hasil tersebut dipublikasikan atau yang dibeberkan atau disebarluaskan secara publik.  Publikasi pada jurnal yang ditelaah oleh rekan sejawat masih tetap merupakan cara baku untuk menyebarluaskan hasil penelitian ilmiah.  Poster, abstrak, kuliah umum, dan volume prosiding sering sekali digunakan untuk menyajikan hasil awal sebelum penelaahan yang mendalam.  Apa pun metode publikasi yang digunakan harus tetap menjaga mekanisme kontrol mutu.  Jika kontrol mutu ini tidak dilakukan maka akan melemahkan bahkan mematikan konvensi yang telah melayani sains dengan baik.  Hal yang sering terjadi adalah contoh seperti seorang saintis yang membeberkan atau mengumumkan hasil penting dan kontroversial langsung ke publik sebelum diserahkan ke penelaahan dan pemeriksaan oleh ahli sejawat.  Jika peneliti telah melakukan kesalahan atau jika temuan itu disalahtafsirkan oleh media atau publik, kumunitas ilmiah dan publik bisa bereaksi buruk.  Jika berita seperti itu akan dibeberkan ke media, seharusnya dilakukan setelah penelaahan oleh sejawat dan ahli sudah selesai, biasanya pada waktu publikasi pada suatu jurnal ilmiah.
 Kadang-kadang, para peneliti dan lembaga yang mendanai penelitian itu ............
Bagi penelitian yang berpotensi menghasilkan keuntungan finasial, keterbukaan dapat dijaga dengan pemberian atau pendaftaran paten.  Paten memungkinkan individu atau lembaga mengabil untung dari suatu temuan ilmiah sebagai ganti dipublikasikannya hasil itu.  ...............................................    

Yang kelima adalah menjaga pemberian kredit yang adil dan seimbang (ada tiga tempat untuk memberikan kredit kepada individu atau lembaga, yaitu nama pengarang, persantunan atau ucapan terima kasih, daftar pustaka atau rujukan.

Yang keenam, menjunjung tinggi praktik kepengarangan (hanya orang yang betul-betul memberikan sumbangan berarti yang pantas dituliskan sebagai pengarang, lihat borang contoh yang disediakan).

Yang ketujuh, menjaga teknik percobaan dan perlakuan atas data (untuk menjaga kesahihan hasil yang diperoleh sehingga memudahkan penerimaan hasil tersebut oleh klonsensus ilmiah).

Yang kedelapan, menghindari tercela dalam sains (di luar kesalahan jujur dan kesalahan yang disebabkan oleh negligence, disebut kategori kesalahan ketiga, yaitu yang menyangkut kebohongan yaitu fabrication, falsification, dan plagiarism).

Yang kesembilan, harus bereaksi terhadap pelanggaran standar etika (Salah satu situasi yang paling sulit yang bisa dihadapi oleh peneliti adalah melihat atau menduga bahwa seorang kolega telah melanggar standar etika komunitas peneliti, harus bertindak untuk melaporkannya supaya tidak merusak penelitian kita atau penelitian kolega dan merusak nama lembaga), dan menjaga tanggung jawabnya dalam masyarakat.  Sekalipun seorang peneliti melakukan penelitian yang sangat mendasar atau fundamental, yang bersangkutan harus menyadari bahwa pekerjaan atau penelitiannya akhirnya bisa berdampak sangat besar pada masyarakat.

             Sebagai lembaga pengampu ilmu pengetahuan di Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI telah menerbitkan buku dengan judul Kode etik Peneliti (2007) yang merangkum secara umum kode etik yang berkaitan dengan Penelitian, Berperilaku, Kepengarangan, dan beberapa bentuk perilaku tidak jujur.
Peneliti ialah insan yang memiliki kepakaran yang diakui dalam suatu bidang keilmuan.  Tugas utamanya ialah melakukan penelitian ilmiah dalam rangka pencarian kebenaran ilmiah.  Kreativitas peneliti melahirkan bentuk pemahaman baru dari persoalan-persoalan di lingkungan keilmuannya dan menumbuhkan kemampuan-kemampuan baru dalam mencari jawabannya.  Pemahaman baru, kemampuan baru, dan temuan keilmuan menjadi kunci pembaruan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

            Ilmuwan-peneliti berpegang pada nilai-nilai integritas, kejujuran dan keadilan.  Integritas peneliti melekat pada ciri seorang peneliti yang mencari kebenaran ilmiah.  Dengan menegakkan kejujuran, keberadaan peneliti diakui sebagai insan yang bertanggung jawab.  Dengan menjunjung keadilan, martabat peneliti tegak dan kokoh karena ciri moralitas yang tinggi ini.

            Penelitian ilmiah menerapkan metode ilmiah yang bersandar pada penalaran ilmiah yang teruji.  Sistem ilmu pengetahuan modern merupakan sistem yang dibangun di atas dasar kepercayaan.  Bangunan sistem nilai ini bertahan sebagai sumber nilai objektif karena koreksi yang tak putus-putus yang dilakukan sesama peneliti.

            Sesuai dengan nilai-nilai tersebut, seorang peneliti memiliki 4 tanggung jawab, yaitu:
1.  terhadap proses penelitian yang memenuhi baku ilmiah;
2.  terhadap hasil penelitiannya yang memajukan ilmu pengetahuan sebagai landasan kesejahteraan manusia;
3.  kepada masyarakat ilmiah yang memberi pengakuan di bidang keilmuan peneliti tersebut sebagai bagian dari peningkatan peradaban manusia, dan;
4.  bagi kehormatan lembaga yang mendukung pelaksanaan penelitiannya.
Buku Kode Etika Peneliti yang diterbitkan oleh LIPI diharapkan akan menjadi acuan moral bagi peneliti dalam melaksanakan hidup, terutama yang berkenaan dengan proses penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Ini menjadi suatu bentuk pengabdian dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kode Etika Peneliti (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2007)
1. Kode Etika dalam Penelitian
o   Peneliti membaktikan diri pada pencarian kebenaran ilmiah untuk memajukan ilmu pengetahuan, menemukan teknologi, dan menghasilkan inovasi bagi peningkatan peradaban dan kesejahteraan manusia
      Dalam pencarian kebenaran ilmiah peneliti menjunjung sikap ilmiah: 1) kritis, yaitu pencarian kebenaran yang terbuka untuk diuji; 2) logis, yaitu memiliki landasan berpikir yang masuk akal dan betul, dan 3) empiris, yaitu memiliki bukti nyata dan absah.  Tantangan dalam pencarian kebenaran ilmiah adalah: 1) kejujuran untuk terbuka diuji kehandalan karya penelitiannya yang mungkin membawa kemajuan ilmu pengetahuan, menemukan teknologi dan menghasilkan inovasi, dan 2) keterbukaan memberi semua informasi kepada orang lain untuk memberi penilaian terhadap sumbangan dan/atau penemuan ilmiah tanpa membatasi pada informasi yang membawa ke penilaian dalam satu arah tertentu.  Dalam menghasilkan sumbangan dan/atau penemuan ilmiah yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan peradaban, peneliti harus teguh hati untuk: 1) bebas dari persaingan kepentingan bagi keuntungan pribadi agar hasil pencarian kebenaran dapat bermanfaat bagi kepentingan umum; 2) menolak penelitian yang berpotensi tidak bermanfaat dan merusak peradaban , seperti penelitian bersifat fiktif, membahayakan kesehatan masyarakat, berisiko penghancuran sumber daya bangsa, merusak keamanan negara dan mengancam kepentingan bangsa; dan 3) arif tanpa mengorbankan integritas ilmiah dalam berhadapan dengan kepekaan komunitas agama, budaya, ekonomi, dan politik dalam melaksanakan kegiatan penelitian.

o   Peneliti melakukan kegiatannya dalam cakupan dan batasan yang diperkenankan oleh hukum yang berlaku, bertindak dengan mendahulukan kepentingan dan keselamatan semua pihak yang terkait dengan penelitiannya, berlandaskan tujuan mulia berupa penegakan hak-hak asasi manusia dengan kebebasan-kebebasan mendasarnya.   
      Muatan nilai dalam suatu penelitian dapat dikembangkan pada tindakan yang mengikuti aturan keemasan atau asas timbal-balik, yaitu “berlakulah kepada orang lain hanya sepanjang Anda setuju diperlakukan serupa dalam situasi yang sama.  Aturannya adalah: 1) peneliti bertanggung jawab untuk tidak menyimpang dari metodologi penelitian yang ada, dan 2) pelaksanaan penelitian mengikuti metode ilmiah yang kurang lebih baku, dengan semua perangkat pembenaran metode dan pembuktian hasil yang diperoleh.  Dalam mencapai tujuan mulia dengan segala kebebasan yang mendasarnya, peneliti perlu: 1) menyusun pikiran dan konsep penelitian yang dikomunikasikan sejak tahapan dini ke masyarakat luas, dalam bentuk diskusi terbuka atau debat publik untuk mencari umpan balik atau masukan; 2) memilih, merancang, dan menggunakan bahan dan alat secara optimum, dalam arti penelitian dilakukan karena penelitian itu merupakan langkah efektif untuk mencari jawab dari tantangan yang dihadapi; tidak dilakukan bila tidak diperlukan, dan tidak ditempuh sekadar untuk mencari informasi; 3) melakukan pendekatan, metode, teknik, dan prosedur yang dan tepat sasaran; dan 4) menolak pelaksanaan penelitian yang terlibat pada perbuatan tercela yang merendahkan martabat peneliti.

o   Peneliti mengelola sumber daya keilmuan dengan penuh  rasa tanggung jawab, terutama dalam pemanfaatannya, dan mensyukuri nikmat anugerah tersedianya sumber daya keilmuan baginya
      Peneliti berbuat untuk melaksanakan penelitian dengan asas manfaat, baik itu berarti 1) hemat dan efisien dalam penggunaan dana dan sumber daya lain; 2) menjaga peralatan ilmiah dan alat bantu lain, khususnya peralatan yang mahal, tidak dapat diganti dan butuh waktu panjang untuk pengadaan kembali agar tetap bekerja baik; dan 3) menjaga jalannya percobaan dari kecelakaan bahan dan gangguan lingkungan karena penyalahgunaan bahan berbahaya yang dapat merugikan kepentingan umum dan lingkungan.  Peneliti bertanggung jawab atas penyajian hasil penelitiannya sehingga memungkinkan peneliti lain untuk mereproduksinya agar mereka dapat memperbandingkan keandalannya.  Untuk itu, peneliti harus mencatat dan menyimpan data penelitian dalam rekaman tahan lama dengan memperhatikan segi moral dalam perolehan dan penggunaan data yang seharusnya disimpan peneliti.  Peneliti boleh jadi harus menyimpan data mentah selama jangka waktu yang cukup panjang setelah dipublikasikan, yang memungkinkan peneliti lain untuk menilai keabsahannya.


2.  Etika dalam Berperilaku
o   Peneliti mengelola jalannya penelitian secara jujur, bernurani, dan berkeadilan terhadap lingkungan penelitiannya.   
      Jujur, bernurani, dan berkeadilan adalah nilai yang inheren dalam diri peneliti.  Peneliti mewujudkan nilai semacam ini dengan: 1) perilaku kebaikan, misalnya sesama peneliti memberi kemungkinan pihak lain mendapat akses terhadap sumber daya penelitian (kecuali yang bersifat rahasia) baik untuk melakukan verifikasi maupun untuk penelitian lanjutan; dan 2) perilaku hormat pada martabat, misalnya, sesama peneliti harus saling menghormati hak-hak peneliti untuk menolak ikut serta ataupun menarik diri dalam suatu penelitian tanpa prasangka.  Peneliti yang jujur dengan hati nurani akan menampilkan keteladanan moral dalam kehidupan dan pelaksanaan penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi  bagi keselamatan manusia dan lingkungannya, sebagai pengabdian dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.  Keteladanan moral itu seharusnya tampak dalam perilaku tidak melakukan perbuatan tercela yang merendahkan martabat peneliti sebagai manusia bermoral, yang dalam masyarakat tidak dapat diterima keberadaannya, seperti budi pekerti rendah, tindak tanduk membabi buta dan kebiasaan buruk, baik dalam pelaksanaan penelitian maupun pergaulan ilmiah.

o   Peneliti menghormati objek penelitian manusia, sumber daya alam hayati dan non-hayati secara bermoral, berbuat sesuai dengan perkenan kodrat dan karakter objek penelitiannya, tanpa diskriminasi, dan tanpa menimbulkan rasa merendahkan martabat sesama ciptaan Tuhan.

o   Peneliti membuka diri terhadap tanggapan, kritik, dan saran dari sesama peneliti terhadap proses dan hasil penelitian, yang diberinya kesempatan dan perlakuan timbal balik yang setara dan setimpal, saling menghormati melalui diskusi dan pertukaran pengalaman dan informasi ilmiah yang objektif


3.  Etika dalam Kepengarangan
o   Peneliti mengelola, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiahnya secara bertanggung jawab, cermat, dan saksama.

o   Peneliti menyebarkan informasi tertulis dari hasil penelitiannya, informasi pendalaman pemahaman ilmiah dan/atau pengetahuan baru yang terungkap dan diperolehnya, disampaikan ke dunia ilmu pengetahuan pertama kali dan sekali, tanpa mengenal publikasi duplikasi atau berganda atau diulang-ulang.   
      Plagiat sebagai bentuk pencurian hasil pemikiran, data, atau temuan-temuan, termasuk yang belum dipublikasikan, perlu ditangkal secara lugas.  Plagiarisme secara singkat didefinisikan sebagai “mengambil alih gagasan, atau kata-kata tertulis dari seseorang, tanpa pengakuan pengambilalihan dan dengan niat menjadikannya sebagai bagian dari karya keilmuan yang mengambil”.  Dari rumusan ini, plagiat dapat juga terjadi dengan pengutipan dari tulisan peneliti sendiri (tulisan terdahulunya) tanpa mengikuti format merujuk yang baku sehingga dapat saja terjadi auto-plagiarism.  Informasi atau pengetahuan keilmuan baru, yang diperoleh dari suatu penelitian, menambah khazanah ilmu pengetahuan melalui publikasi ilmiahnya.  Karenanya, tanpa tambahan informasi atau pengetahuan ilmiah baru, suatu karya tulis ilmiah hanya dapat dipublikasikan “pertama kali dan sekali itu saja”.  Selanjutnya, sebagai bagian dari upaya memajukan ilmu pengetahuan, karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan rujukan untuk membangun-lanjut pemahaman yang awal itu.

o   Peneliti memberikan pengakuan melalui (1) penyertaan sebagai penulis pendamping, (2) melalui pengutipan pernyataan atau pemikiran orang lain, dan/atau (3) dalam bentuk ucapan terima kasih yang tulus kepada peneliti yang memberikan sumbangan berarti dalam penelitiannya, yang secara nyata mengikuti tahapan rancangan penelitian dimaksud, dan mengikuti dari dekat jalannya penelitian itu
      Unsur penting yang melekat pada aspek perilaku seorang peneliti meliputi: 1) jujur: menolak praktik merekayasa data ilmiah atau memalsukan data ilmiah, bukan saja karena secara moral itu salah(=tidak jujur), tetapi karena praktik ini akan menghasilkan kesalahan-kesalahan, yang mendorong rusaknya iklim kepercayaan yang menjadi dasar kemajuan ilmu pengetahuannya sendiri, seperti mengabaikan hak milik intelektual atas pemikiran dalam usulan penelitian dan menggunakan pemikiran tersebut dalam penelitian sendiri; 2) amanah:  dalam etika kepengarangan berlaku ungkapan “penghargaan seharusnya disampaikan pada yang berhak memperolehnya” yang mencakup seputar pengakuan, hormat-sesam, gengsi, uang, dan hadiah.  Ini semua merupakan bentuk penghargaan yang harus sampai ke yang berhak.  Prinsip inilah yang menjadi sumber motivasi ilmuwan untuk berkarya berpedoman pada wajib-lapor, saling mengisi, mengumpan dan berbagi informasi dalam memelihara pemupukan khazanah ilmu pengetahuan, seperti peneliti senior tidak berhak menyajikan data atau hasil karya peneliti yang mereka supervisi tanpa sepengetahuan dan persetujuan peneliti yang disupervisi serta tanpa mencantumkan penghargaan; dan 3) cermat: mengupayakan tidak terjadinya kesalahan dalam segala bentuk, kesalahan percobaan, kesalahan secara metode, dan kesalahan manusiawi yang tak disengaja apalagi yang disengaja, seperti juga kejujuran di atas, kecermatan ini juga merupakan kunci tercapainya tujuan ilmu pengetahuan, misalnya alih bahasa dan saduran suatu karangan ilmiah yang berguna bagi penyebaran ilmu pengetahuan harus atas seizin pengarangnya.  Dengan sendirinya hal sebaliknya juga berlaku.  Tindakan korektif secara ilmiah terkait dengan layanan dan capaian tujuan membangun ilmu pengetahuan, menemukan, dan membahas siapa yang bertanggung jawab atas kekeliruan ilmiah – artinya tanggung jawab dalam penegakan kode etika peneliti adalah sisi lain dari amanah dan sebaliknya.


4.  Perilaku tidak jujur.
o   Perilaku tidak jujur tampak mencakup baik perilaku tidak jujur dalam penelitian maupun perilaku curang sebagai peneliti.  Batasan ini tidak dapat dikenakan pada hal-hal: kejadian yang sejujurnya keliru; pertikaian pendapat sejujurnya; perbedaan dalam penafsiran data ilmiah; dan selisih pendapat berkenaan dengan rancangan penelitian.  Perilaku peneliti tidak jujur tampak dalam bentuk:

o   Pemalsuan hasil penelitian (fabrication), yaitu mengarang, mencatat, dan/atau mengumumkan hasil penelitiannya tanpa pembuktian telah melakukan proses penelitian;

o   Pemalsuan data penelitian (falsification), yaitu memanipulasi bahan penelitian, peralatan, atau proses, mengubah atau tidak mencantumkan data atau hasil sedemikian rupa sehingga penelitian itu tidak disajikan secara akurat dalam catatan penelitian;

o   Pencurian proses dan/atau hasil (plagiat) dalam mengajukan usul penelitian, melaksanakannya, menilainya, dan dalam melaporkan hasil-hasil suatu penelitian, seperti pencurian gagasan, pemikiran, proses dan hasil penelitian, baik dalam bentuk data atau kata-kata, termasuk bahan yang diperoleh dalam penelitian terbatas (bersifat rahasia), usulan rencana penelitian dan naskah orang lain tanpa menyatakan penghargaan;

o   Pemerasan tenaga peneliti dan pembantu peneliti (exploitation) seperti peneliti senior memeras tenaga peneliti yunior dan pembantu penelitian untuk mencari keuntungan, kepentingan pribadi, mencari, dan/atau memperoleh pengakuan atas hasil kerja pihak lain;

o   Perbuatan tidak adil (injustice) sesama peneliti dalam pemberian hak kepengarangan dengan cara tidak mencantumkan nama pengarang dan/atau salah mencantumkan urutan nama pengarang sesuai sumbangan intelektual seorang peneliti. Peneliti juga melakukan perbuatan tidak adil dengan mempublikasikan data dan/atau hasil penelitian tanpa izin lembaga penyandang dana penelitian atau menyimpang dari konvensi yang disepakati dengan lembaga penyandang dana tentang hak milik kekayaan intelektual (HAKI) hasil penelitian;

o   Kecerobohan yang disengaja (intended careless) dengan tidak menyimpan data penting selama jangka waktu sewajarnya, menggunakan data tanpa izin pemiliknya, atau tidak mempublikasikan data penting atau penyembunyian data tanpa penyebab yang dapat diterima; dan

o   Penduplikasian (duplication) temuan-temuan sebagai asli dalam lebih dari satu saluran, tanpa ada penyempurnaan, pembaruan isi, data, dan tidak merujuk publikasi sebelumnya.