Selasa, 28 Desember 2010

Apoptosis


Apoptosis berasal dari bahasa Yunani; apo = "dari" dan ptosis = "jatuh". Apoptosis digunakan oleh organisme multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh, contoh nyata dari keuntungan apoptosis adalah pemisahan jari pada embrio. Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di antara jari menyebabkan masing-masing jari menjadi terpisah satu sama lain. (Wikipedia 2009).
Istilah apoptosis (a-po-toe-sis) pertamakali digunakan Kerr, Wyllie dan Currie di tahun 1972 untuk menjelaskan pebedaan secara morfologi dari kematian sel, meskipun komponen tertentu dari konsep apoptosis baru dijelaskan dengan tegas beberapa tahun belakangan. Apoptosis telah diakui dan diterima secara khusus dari program kematian sel, yang mana meliputi penghancuran secara genetik dari sel tersebut (Elmore 2007).

Apoptosis terjadi secara normal selama perkembangan, penuaan dan seperti mekanisme homeostasis untuk mengendalikan populasi sel di dalam jaringan. Apoptosis juga  terjadi sebagai mekanisme pertahanan seperti reaksi imun atau ketika sel rusak karena patogen yang berbahaya. Meskipun banyak variasi yang menstimulasi dan berbagai kondisi dapat memicu terjadinya apoptosis, tetapi tidak semua sel merespon dengan kematian dari stimulus yang sama. Beberapa hormon, seperti kortikosteroid, mungkin memicu apoptosis pada beberapa sel seperti sel timus (Elmore 2007).
Sejak tahun 1990 riset telah meningkat secara substansial di bidang apoptosis. Apoptotis telah menunjukkan bahwa proses cacat pada manusia dan hewan berkaitan dengan berbagai penyakit. Apoptosis yang berlebihan menyebabkan apoptosis hypotrophy, seperti dalam kerusakan iskemik, sedangkan jumlah yang tidak mencukupi mengakibatkan proliferasi sel yang tidak terkendali, seperti kanker (Anonimus 2008).
Pada sel ditemukan suatu protein yang berperan sebagai faktor pengendalian pertumbuhan sel, yang disebut sebagai tumor suppresor protein yang termasuk kelompok dari protein tersebut antara lain protein retinoblastoma yang disandi oleh pRb (PRb) dan protein 53 yang disandi oleh gen p53 (P53). Kedua jenis protein ini bekerja pada inti sel, yaitu pRb berperan pada pengendalian faktor transkripsi pada siklus pembelahan sel. Sedangkan p53 berperan pada pengendalian siklus pembelahan sel dan apoptosis, yaitu pemeliharaan replikasi DNA dan merusak sel yang memiliki urutan nukleotida yang abnormal. Selain itu pada sel ada suatu sistem yang mengatur susunan nukleotida pada rantai DNA yang dikenal dengan DNA repair. Kerja dari sistem ini adalah unutk memperbaiki urutab DNA yang mengalami mutasi. Artinya apabila terjadi kerusakan karsinogen dan atau ultraviolet, maka timbullah suatu respons yang disebut sebagai NER (nucleotide excision repair) (Sudiana 2005).
Terjadinya perubahan sifat pada sel eukariota tidak hanya dipengaruhi adanya satu gen yang mengalami mutasi, melainkan karena adanya akumulasi dari berbagai mutasi (multi gene defect). Berbagai fenomena menjelaskan bahwa terjadinya suatu keganasan adalah sangat kompleks yaitu adanya akumulasi mutasi dari berbagai gen seperti kelompok protooncogene dan kelompok tumor suppresor gene. Untuk mengendalikan keseimbangan pertumbuhan maka gen yang mengalami mutasi harus diperbaiki yaitu melalui mekanisme DNA repair. Apabila DNA repair tidak manpu mengatasinya, maka sel tersebut harus dimusnahkan (apoptosi) melalui mitokondria. Demikian juga halnya bila terjadi kegagalan pada penanganan apoptosi melaui mitokodria, maka untuk mengeksekusi sel abnormal tersebut, digunakanlah suatu sistem pertahanan imunologik yaitu melalui respons imun khususnya respons imun seluler (Sudiana 2005).
Walaupun sedemikian kompleksnya sistem pertahanan tubuh dalam usahanya untuk mengendalikan pertumbuhan sel abnormal (kanker), namun pada tulisan ini hanya membahas dari salah satu aspek pengendalian sel abnormal melalui apoptosis, yaitu apoptosi yang terjadi melalui aktivitas mitokondria. Oleh sebab itu bila terjadi gangguan fungsi dari mitokondria, maka hal tersebut mempunyai kontribusi yang sangat penting pada perkembangan dan progresivitas kanker (Sudiana 2005).

Mofrologi dari apoptosis
            Dengan menggunakan mikroskop electron dapat diidentifikasi berbagai perubahan morfologi selama terjadinya apoptosis. Selama proses awal dari apoptosis sel terlihat menyusut dan pyknosis yang terlihat dengan mikroskop. Dengan sel yang kelihatan menyusut, ukuran sel semakin mengecil, sitoplasma mengental dan organel-organel dikemas semakin rapat. Pyknosis adalah hasil dari kondensasi kromatin dan ini merupakan karakteristik khusus dari apoptosis.
            Luas dari membran plasma mengikuti kariokinesis dari fragmentasi sel untuk membentuk badan apoptosis selama sebuah proses disebut sebagai “budding”. Badan apoptosis terdiri dari sitoplasma dengan organel yang padat dan dengan atau tampa fragmen dari inti sel. Organel yang terdapat di dalam badan apoptosis ini masih dalam keadaan utuh. Badan apoptosis ini kemudian  diphagositosis oleh makrofag, sel-sel parenkhim, atau dihancurkan oleh lisosom. Makrofag yang menelan atau mencerna badan apoptosis disebut “tingble body macrophages” (Elmore 2007).


Fungsi Apoptosis
1.      Kontrol sel
Apoptosis dapat terjadi misalnya ketika sel mengalami kerusakan yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusan untuk melakukan apoptosis berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan yang mengelilinginya, atau dari sel yang berasal dari sistem imun.
Bila sel kehilangan kemampuan untuk melakukan apoptosis (misalnya karena mutasi), atau bila inisiatif untuk melakukan apoptosis dihambat (oleh virus), sel yang rusak dapat terus membelah tanpa terbatas, yang akhirnya menjadi kanker. Sebagai contoh, salah satu hal yang dilakukan oleh virus papilloma manusia (HPV) saat melakukan pembajakan sistem genetik sel adalah menggunakan gen E6 yang mendegradasi protein p53. Padahal protein p53 berperan sangat penting pada mekanisme apoptosis. Oleh karena itu, infeksi HPV dapat berakibat pada tumbuhnya kanker serviks.
Kondisi yang mengakibatkan sel mengalami stress, misalnya kelaparan, atau kerusakan DNA akibat racun atau paparan terhadap ultraviolet atau radiasi (misalnya radiasi gamma atau sinar X), dapat menyebabkan sel memulai proses apoptosis.


2.      Homeostasis
Pada organisme dewasa, jumlah sel dalam suatu organ atau jaringan harus bersifat konstan pada range tertentu. Sel darah dan kulit, misalnya, selalu diperbarui dengan pembelahan diri sel-sel progenitornya, tetapi pembelahan diri tersebut harus dikompensasikan dengan kematian sel yang tua.
Diperkirakan 50-70 milyar sel mati setiap harinya karena apoptosis pada manusia dewasa. Dalam satu tahun, jumlah pembelahan sel dan kematian yang terjadi pada tubuh seseorang mencapai kurang lebih sama dengan berat badan orang tersebut.
Keseimbangan (homeostasis) tercapai ketika kecepatan mitosis (pembelahan sel) pada jaringan disamai oleh kematian sel. Bila keseimbangan ini terganggu, salah satu dari hal berikut ini akan terjadi:
  • Bila kecepatan pembelahan sel lebih tinggi daripada kecepatan kematian sel, akan terbentuk tumor
  • Bila kecepatan pembelahan sel lebih rendah daripada kecepatan kematian sel, akan terjadi penyakit karena kekurangan sel.
Kedua keadaan tersebut dapat bersifat fatal atau sangat merusak.


3.      Pertumbuhan
Kematian sel terprogram merupakan bagian penting pada perkembangan jaringan tumbuhan dan metazoa (organisme multisel). Sel yang mengalami apoptosis mengkerut dan inti selnya mengecil, sehingga sel tersebut dapat dengan mudah difagositosis. Proses fagositosis memungkinkan komponen-komponen sel yang tersisa digunakan kembali oleh makrofag atau sel-sel yang berada di sekitarnya.

4.      Regulasi sistem imun (limfosit)

Sel B dan sel T adalah pelaku utama pertahanan tubuh terhadap zat asing yang dapat menginfeksi tubuh, maupun terhadap sel-sel dari tubuh sendiri yang mengalami perubahan menjadi ganas.
Dalam melakukan tugasnya, sel B dan T harus memiliki kemampuan untuk membedakan antara "milik sendiri" (self) dari "milik asing" (non-self), dan antara antigen "sehat" dan "tidak sehat". (Antigen adalah bagian protein yang dapat berkomplemen secara tepat dengan reseptor unik yang dimiliki sel B dan T pada membran selnya).

"Sel T pembunuh" (killer T cells) menjadi aktif saat terpapar potongan-potongan protein yang tidak sempurna (misalnya karena mutasi), atau terpapar antigen asing karena adanya infeksi virus. Setelah sel T menjadi aktif, sel-sel tersebut bermigrasi keluar dari lymph node, menemukan dan mengenali sel-sel yang tidak sempurna atau terinfeksi, dan membuat sel-sel tersebut melakukan kematian sel terprogram.(Wikipedia 2009). 

  Apoptosis dan Nekrosis 
Apoptosis merupakan istilah yang diberikan bila kematian sel terprogram yang terjadi di dalam organisme multisel dengan melibatkan serangkaian peristiwa biokimia yang menyebabkan karakteristik morfologi sel tertentu dan akhirnya kematian sel. Karakteristik morfologi sel-sel yang mengalami apoptosis termasuk perubahan pada membran sel seperti penyusutan sel, fragmentasi nuklir, kondensasi kromatin, fragmentasi DNA dan kromosom (Anonimus 2008).
Nekrosis adalah bentuk traumatis kematian sel yang dihasilkan dari sel akut cedera. Apoptosis berbeda dengan nekrosis, menganugerahkan keuntungan selama siklus hidup organisme. Misalnya selama penkembangan janin pada ibu hamil, diferensiasi jari tangan dan jari kaki terjadi karena sel-sel antara jari-jari apoptose dengan hasil akhir bahwa angka yang terpisah. Kira-kira antara 50 miliar dan 70 milyar sel mati setiap harinya karena apoptosis pada manusia rata-rata orang dewasa. Dalam setahun, jumlah ini ke proliferasi dan selanjutnya penghancuran massa sel sama dengan individu berat badan (Anonimus 2008).

(Devi Syafrianti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.