PENDAHULUAN
Secara teoritis, kriopreservasi berasal dari
kata krio yang berarti beku, dan preservasi
yang berarti penyimpanan pada temperatur rendah. Jadi kriopreservasi adalah
teknik penyimpanan materi genetik dalam keadaan beku pada temperatur rendah. Tujuan
utama dari teknik ini adalah untuk menyimpan, memelihara, dan menjamin
kelangsungan hidup suatu materi genetik. Hal ini berarti bahwa penyimpanan sel
dengan menggunakan teknik kriopreservasi diharapkan nantinya dapat mempertahankan
daya hidupnya yang dicirikan dengan tetap berfungsinya sel baik secara biologis
dan fisiologis.
Penyimpanan sel
dengan teknik kriopreservasi memiliki keuntungan dan kerugian. Adapun
keuntungannya adalah pemanfaatan sel yang tersedia maupun surplus sel sebagai
stok sel yang dapat disimpan dalam waktu tidak terbatas (Boediono 2005) asalkan
media tempat penyimpanan (kontainer) tetap terisi N2 cair, dapat
dikoleksi setiap saat, dapat digunakan kapan saja bila dibutuhkan, melestarikan
plasma nutfah langka (Cseh, Solti 2000) dan tidak perlu mengimpor hewan dengan
materi genetik yang baik. Sedangkan kerugiannya adalah biaya operasional
pelaksanaannya sangat mahal, tenaga pelaksana harus memiliki skill yang tinggi,
dan hanya sel yang berkualitas baik yang layak disimpan dalam keadaan beku (Supriatna,
Pasaribu 1992).
KRIOPRESERVASI DI ALAM
Organisme hidup memiliki sejumlah besar kandungan air, maka
tidak terelakkan terjadinya pembentukan kristal es dalam proses pembekuan
organisme. Di antara amfibi dan serangga yang dapat mentolerir pembekuan,
terdapat sejumlah variasi yang luas dalam mentolerir proeses pembekuan yang
mereka alami.
Menurut sebuah artikel pada edisi 1990 issue of SCIENTIFIC AMERICAN
["Frozen and Alive", by Ken & Janet Storey] dalam majalah Cryonic
1991, spesies
katak tertentu bisa menghabiskan waktu berhari-hari atau minggu dengan 65
persen air dari tubuh mereka sebagai es. Beberapa amfibi mencapai perlindungan
mereka karena gliserol diproduksi oleh hati mereka. Gliserol adalah
"antibeku", mengurangi formasi es dan menurunkan titik beku).
Gliserol (gliserin, seperti glikol etilena (mobil anti-freeze) adalah krioprotektan.
Pada serangga krioprotektan yang paling sering digunakan
gula (glukosa). Serangga juga menahan diri dari aktifitas makan, hal ini
disebabkan karena metabolisme yang melambat pada suhu lingkungan yang rendah.
Kumbang arktik dewasa (Pterostichus
brevicornis) biasanya bertahan
pada suhu di bawah -35ºC. Kumbang ini telah dibekukan di laboratorium pada suhu
-87ºC selama 5 jam tanpa cedera jelas, yaitu
mereka menunjukkan kegiatan
terkoordinasi seperti berjalan, makan, dan respon penghindaran, dan tidak
ditemukannya kelumpuhan.
METODE KRIOPRESERVASI
Ada dua prinsip penting yang harus
diperhatikan apabila menggunakan teknik kriopreservasi, yaitu (1) bila terjadi
dehidrasi (pengeluaran air dalam sel) maka akan terjadi kekeringan yang hebat
di dalam suatu sel sehingga akan terjadi kerusakan pada sel, dan (2) bila tidak
terjadi dehidrasi maka terbentuk kristal-kristal es yang besar yang dapat
merusak sel, jaringan ataupun materi genetik lainnya. Dengan demikian perlu
diperhatikan proses pemindahan air keluar masuk membran baik dehidrasi sebelum
deep freezing maupun rehidrasi setelah thawing (pencarian kembali).
Berdasarkan
fenomena fisik, teknik kriopreservasi dibedakan atas dua metode yaitu metode
konvensional dan vitrifikasi (Rall, Fahy 1985; Supriatna, Pasaribu 1992). Pada
metode konvensional pembawa materi genetik (sel gamet) disimpan pada suhu
dibawah 0OC dan disertai dengan pembentukan kristal-kristal es. Pembentukan
kristal-kristal es dimulai pada bagian ekstraseluler. Akibatnya terjadi dehidrasi
sehingga menimbulkan kekeringan yang sangat hebat dan disertai dengan kerusakan
organel-organel intraseluler seperti mitokondria, lisosom dan sebagainya (Rall
1992).
Sedangkan teknik
vitrifikasi adalah proses fisik berupa pemadatan medium krioprotektan berkonsentrasi
tinggi selama pendinginan tanpa disertai pembentukan kristal-kristal es, dimana
dalam keadaan padat distribusi ion-ion dan molekul tetap seperti dalam fase
cair.
Medium yang
digunakan harus memiliki tiga sifat umum, yaitu larutan mengandung
krioprotektan intraseluler dengan konsentrasi tinggi, larutan membutuhkan
garam-garam fisiologis dan mengandung makromolekul untuk meningkatkan kemampuan
larutan untuk mengalami supercooling (Niemann 1991). Teknik ini memiliki
kelebihan yaitu sederhana, dapat diandalkan dan relatif mudah diaplikasikan
dilapangan karena tidak memerlukan alat khusus.
KRIOPROTEKTAN
Masalah utama selama kriopreservasi selular adalah paparan suhu rendah, mekanik dan efek fisik dari kristal es dan
perubahan larutan ekstraseluler, yang akibatnya mengubah lingkungan
intraseluler. Kerusakan yang disebabkan oleh efek larutan dapat dikontrol
dengan meningkatkan kecepatan pembekuan, sehingga mengurangi waktu antara
pembekuan solusi ekstra dan intra-seluler. Di sisi lain, efek pembekuan
intraselular dapat diminimalkan dengan mengurangi kecepatan pembekuan, dan
dengan demikian menekan pembentukan kristal. Oleh karena itu, setiap jenis sel
memiliki tingkat pembekuan maksimum yang menyeimbangkan efek ekstra - dan intra
– sel.
Beberapa zat cryoprotective telah
digunakan untuk meminimalkan kerusakan sel yang terjadi dalam nitrogen cair.
Ada dua jenis cryoprotectors: mereka yang menembus sel-sel (intra seluler) seperti
dimethyl sulfoxide (DMSO) etilen glikol (EG) (Kusdianoro et al 2005), gliserol, sukrosa, methanol, glukosa, 1.2 propanediol
(Supriatna et al 1999), proline,
glycine betaine, fruktosa, galaktosa and laktosa, dan yang merupakan krioprotektor
tidak masuk sel (ekstraseluler), seperti kuning telur, maltosa (Yulnawati et al 2010)
Kecepatan,
bukan hanya beku tapi juga leleh, bisa mengganggu sel hidup. Rall, Fahy (1985) kristal es terbentuk ditemukan di sitoplasma embrio tikus
yang secara perlahan dipanaskan. Kristal tidak
terbentuk selama pembekuan. Selanjutnya, suhu kritis untuk pembentukan kristal
-65°C. Jika sampel dipanaskan perlahan-lahan sampai - 85°C dan kemudian
dipanaskan dengan cepat, tidak membentuk kristal.
KRIOPRESERVASI LEUKOSIT
Tujuan penelitian
ini adalah menstandarisasi teknik penyimpanan leukosit untuk digunakan dalam
Sitogenetika, yang akan memfasilitasi pengumpulan bahan hewan di lapangan. Metode
yang dilakukan dengan mengambil 10 ml darah kambing (Ovis aries) dikumpulkan dalam tabung heparintreated. Darah
disentrifugasi pada 1000 rpm selama 5 menit dan kemudian disimpan pada suhu 4°C
selama 15 sampai 30 menit sehingga terbentuk penggumpalan dari cincin leukosit.
Cincin leukosit dikoleksi ± 1 ml dengan pipet Pasteur dan disimpan dalam medium
kultur dengan cryoprotector hingga mencapai 4 ml. Media berikut diuji: VYM,
Hank,s, McCoy’s, Ham’s F10 dan serum kuda yang telah diinaktifkan, DMSO (6%-12%), PVP (10%), dan antibiotik. Solusi
sel kemudian disimpan dalam sedotan (pipet)
0,5 ml untuk menit 0,10-30 menit di refrigerator, 0-15 menit dalam
freezer, 0-15 menit dalam uap nitrogen cair (1-2 cm di atas permukaan
nitrogen). Kemudian bahan direndam dalam nitrogen cair, selama seminggu sampai
enam bulan (Durate et al 1999).
Thawing dilakukan
oleh salah satu dari dua prosedur: Rendam sedotan (pipet) dalam air pada suhu
kamar sampai benar-benar cair, atau membuka sedotan (pipet) dan menyimpan bahan masih beku dalam medium
kultur. Tujuan yang kedua adalah untuk mencairkan cryoprotector berpotensi
racun sebelum dimulainya metabolisme sel. Media yang digunakan adalah Ham’s F10
dengan 20% serum kuda inaktif, 5% phytohemagglutinin, 100 IU/ml penisilin dan
0,1 mg/ml streptomisin. Sel diinkubasi pada 37.5°C selama 72-120 jam, dan
kemudian menggunakan teknik sitogenetika untuk memblokir sel dalam metafase
oleh colchicine, hypotonization, pengaturan dan mount slide
Media dasar
kultur diuji, hasil terbaik diperoleh dengan McCoy, dan VIM. DMSO hanya sebagai
cryoprotector dalam medium pembekuan mampu melindungi sel-sel efek cryogenic,
namun hasil terbaik diperoleh dengan asosiasi DMSO (6,25%) dan PVT (10%).
Penambahan 20% serum kuda inaktif dalam
medium pembekuan juga dapat meningkatkan hasil akhir (Durate et al 1999).
Protokol
pembekuan terbaik adalah 4°C selama 30 menit diikuti 15 menit dalam uap
nitrogen cair sebelum perendaman dalam nitrogen cair (Durate et al 1999).
Protokol thawing terbaik adalah penempatan masih beku ke dalam medium kultur pada suhu kamar (Durate
et al 1999).
Medium pembekuan:
3mL medium McCoy's, 0.8ml serum kuda inaktif, 0.25ml DMSO, 400 mg PVP, 0.4mg streptomisin
dan 400 unit penicillin. Teknik kultur ini digunakan dengan sekitar 1000 sel,
dengan tingkat keberhasilan rata-rata 20%.
SIMPULAN
Kriopreservasi
dapat dilakukan dengan teknik (1) konvensional, dimana dilakukan secara lambat
(slow freezing) serta terbentuknya kristasl es dan (2) vitrivikasi, dilakukan
secara cepat, menggunankan nitrogen cair dan krioprotektan dengan konsentrasi
tinggi. Krioprotektan digunakan untuk meminimalkan kerusakan sel yang terjadi
dalam nitrogen cair. Krioprotektan terdiri dari 2 jenis; (1) intraseluler,
sepetri dimethyl
sulfoxide (DMSO), glycerol, sucrose, trehalose, methanol, glucose, 1.2
propanediol, proline, glycine betaine, fructose, galactose and lactose, dan (2) ekstraseluler seperti kuning telur, pati etil dekstran
hidroksi, dan polivinil (PVP). Kecepatan proses pembekuan dan thawing juga bisa merusak sel.
Protokol kriopreservasi bervariasi dengan tipe sel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.