Sabtu, 23 Maret 2013

MEKANISME HORMONAL YANG TERJADI PADA PENGATURAN HOMEOSTATIS DALAM KEADAAN PUASA

I.  PENDAHULUAN

Banyak para ahli berpendapat bahwa puasa dapat bermanfaat bagi kesehatan. Puasa secara umum dilakukan oleh pemeluk agama besar di dunia seperti Islam, Kristen, Hindu dll. Secara efek psikologi puasa memberi manfaat meningkatkan spiritual keagamaan bagi yang menjalankan. Sebagian komunitas melakukan puasa sabagai alternatif pengobatan bagi yang percaya bahwa puasa dapat meningkatkan kesehatan tubuh.  Makalah ini akan memberi argumen dari segi fisiologi tubuh ketika melakukan puasa.
Pengertian puasa disini adalah antara 12 sampai 24 jam. Puasa adalah ketika tidak ada bahan makanan yang masuk kedalam tubuh sehingga cadangan karbohidrat dalam tubuh mulai digunakan sebagai sumber energi.  Puasa yang terus menurus dalam waktu yang lama akan menggunakan cadangan karbohidrat menjadi energi, dan tubuh mulai mencari sumber energi lain.   Sebagian protein tubuh diubah menjadi energi pada otot.
Manfaat puasa dapat membuat tubuh menjadi lebih aktif dalam mencerna makanan.  Untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh harus mencari sumber energi yang ada, fungsi ini disebut dengan autolysis.  Hati akan mengkonversi lemak menjadi energi dengan hasil samping badan keton, suatu hasil metabolik asam asetoasetat dan asam beta hidroksibutirat, dan akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui darah.  Ketika metabolisme lemak terjadi, asam lemak bebas dilepaskan ke darah dan dapat digunakan oleh hati menjadi energi. 
Menurunnya kadar gula darah akan meningkatkan konversi glikogen hati menjadi glukosa darah, kecepatan metabolisme basal (basal metabolic rate) diturunkan sehingga banyak energi dapat digunakan tubuh.  Growth hormon juga ditingkatkan pelepasannya dan meningkatkan efisiensi produksi hormon lainnya. Penurunan kecepatan metabolisme lebih mengefisienkan produksi protein, pembentukan sistem imun, dan peningkatan produksi hormon yang berkontribusi pada  keuntungan jangka panjang dari puasa.


II. METABOLISME BAHAN BAKAR TUBUH

A.    Metabolisme

Metabolisme mengacu pada semua reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel tubuh.  Reaksi-reaksi yang melibatkan degradasi, sintesis, dan transformasi ketiga kategori molekul organik kaya energi, yaitu protein, karbohidrat dan lemak dikenal sebagai metabolisme intermediat atau metabolisme bahan bakar.
Selama proses pencernaan, molekul-molekul nutrien besar (makromolekul) diuraikan menjadi subunit-subunit yang lebih kecil dan dapat diserap sebagai berikut : protein diuraikan menjadi asam amino, karbohidrat kompleks menjadi monosakarida (terutama glukosa), dan trigliserida (lemak makanan) menjadi monogliserida dan asam lemak bebas.  Unit-unit yang dapat diserap ini dipindahkan dari lumen saluran pencernaan ke dalam darah, baik secara langsung atau melalui limfe.
Molekul-molekul organik ini secara konstan dipertukarkan antara darah dan sel-sel tubuh. Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan molekul-molekul organik di dalam sel dikategorikan menjadi dua proses metabolik : anabolisme dan katabolisme

Anabolisme mengacu pada pembentukan atau sintesis makromolekul organik besar dari subunit-subunit molekul organik kecil.  Reaksi anabolik secara umum memerlukan masukan energi dalam bentuk ATP.  Reaksi-reaksi tersebut menghasilkan :
  1. Pembentukan bahan yang diperlukan oleh sel, misalnya protein struktural sel atau produk sekretorik.
  2. Simpanan, misalnya glikogen (bentuk simpanan dari glukosa) atau simpanan lemak, dari kelebihan zat gizi yang masuk dan tidak segera diperlukan untuk menghasilkan energi atau sebagai bahan pembangun sel.
Katabolisme mengacu pada penguraian atau degradasi molekul organik besar kaya energi di dalam sel.  Katabolisme memcakup dua tingkat penguraian :
  1. Hidrolisis makromolekul organik sel yang besar menjadi subunit-subunit yang lebih kecil, serupa dengan proses pencernaan, kecuali bahwa reaksi berlangsung didalam sel dan bukan di dalam lumen saluran pencernaan ( sebagai contoh, pengeluaran glukosa akibat katabolisme simpanan glikogen)
  2. Oksidasi subunit-subunit kecil, misalnya glukosa untuk menghasilkan energi untuk membentuk ATP.
Komponen-komponen struktural sel merupakan simpanan energi, walaupun merupakan sumber energi yang mahal, karena mengandung protein-protein kaya energi yang dapat dikanibalisasi jika diperlukan untuk menghasilkan energi. 
Selain mampu mensintesis ulang molekul-molekul organik yang mengalami katabolisasi kembali ke jenis molekul yang sama, banyak sel di dalam tubuh, terutama sel hati, memiliki kemampuan mengubah sebagian besar molekul organik kecil menjadi jenis lain. Sebagai contoh adalah transformasi asam amino menjadi glukosa atau asam lemak.  Dengan adanya pertukaran satu zat menjadi zat lain (interkonversi), nutrisi yang adekuat dapat diperoleh dari berbagai jenis molekul yang terdapat di dalam bermacam-macam makanan.  Namun terdapat keterbatasan, misalnya asam amino esensial dan vitamin tidak dapat dibentuk di dalam tubuh dengan mengubah jenis molekul organik lain.
Nasib akhir sebagian besar karbohidrat dan lemak yang dimakan adalah untuk menghasilkan energi.  Asam-asam amino sebagian besar digunakan untuk membentuk protein, tetapi dapat digunakan untuk menghasilkan energi setelah diubah menjadi karbohidrat atau lemak.  Dengan demikian ketiga kategori zat gizi dalam makan dapat digunakan sebagai bahan bakar, dan kelebihan zat gizi dapat disimpan sebagai cadangan bahan bakar.

 Keadaan Metabolik Fungsional
Terdapat dua keadaan matabolik fungsional  yang berkaitan dengan daur makan dan puasa, yang disebut dengan istialah keadaan absorptif dan keadaan pasca absorptif.  Setelah makan, nutrien yang masuk  diserap dan masuk ke dalam darah selama keadaan absorptif atau feed state (keadaan kenyang).  Selama waktu ini glukosa berjumlah banyak dan berfungsi sebagai sumber energi utama.  Selama keadaan absorptif hanya sedikit lemak dan asam amino yang diserap yang digunakan sebagai energi karena sebagian besar sel cenderung menggunakan glukosa apabila zat ini tersedia.  Nutrien tambahan yang tidak segera digunakan untuk energi atau perbaikan struktural disimpan sebagai glikogen atau trigliserda.
Makanan sehari-hari diserap secara tuntas dalam waktu sekitar empat jam.  Dengan demikian pada pola makan biasa tiga kali sehari, tidak ada zat gizi yang diserap pada waktu antara pagi dan siang hari (sebelum makan siang), sore hari dan sepanjang malam.  Waktu-waktu ini merupakan keadaan pasca absorptif atau keadaan puasa.  Selama waktu ini, simpanan energi endogen dimobilisasi untuk menghasilkan energi,  sementara glukoneogenesis dan penghematan glukosa dilakukan untuk mempertahankan kadar glukosa darah  pada tingkat yang adekuat untuk nutrisi otak.  Sintesis protein dan lemak dibatasi.  Bahkan simpanan molekul-molekul organik ini dikatabolisasi, masing-masing untuk membentuk glukosa dan menghasilkan energi.  Sintesis karbohidrat terjadi melalui glukoneogenesis, tetapi penggunaan glukosa sebagai energi sangat dikurangi. 
Konsentrasi nutrien dalam darah tidak berfluktuasi mencolok antara keadaan absorptif dan pasca absorptif.  Selama keadaan absorptif, nutrien berlimpah yang diserap dengan cepat disingkirkan dari darah dan disimpan.  Selama keadaan pasca absorptif (puasa) simpanan-simpanan tersebut dikatabolisasi untuk mempertahankan konsentrasi dalam darah tetap pada tingkat yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi jaringan. 


III.       Hormon yang Mengatur Metabolisme Bahan Bakar   Dalam Keadaan Puasa

A.    Hormon Insulin
Insulin adalah suatu peptida hormon yang disekresikan dari sel-sel beta pankreas pada pulau langerhans. Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.  Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah serta mendorong penyimpanan nutrien-nutrien tersebut.  Hormon insulin  meningkatkan uptake glukosa oleh sel-sel tubuh untuk menghasilkan energi.  Insulin meningkatkan sintesis molekul penyimpan energi (anabolisme), seperti : sinteisis glikogen, sintesis trigliserida, dan sintesis protein. Insulin menjalankan efeknya yang beragam dengan mengubah transportasi nutrien spesifik dari darah ke dalam sel atau dengan mengubah aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam jalur metabolik tertentu.

B.           Hormon Glukagon
Suatu hormon peptida yang disekresikan sel-sel alfa pulau langerhans pankreas.  Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin, tetapi umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek insulin.  Glukagon bekerja terutama di hati, tempat hormon ini menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
1.      Efek pada Karbohidrat
Efek keseluruhan glukagon pada metabolisme karbohidrat timbul akibat peningkatan pembentukan dan pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah.  Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan sintesis glikogen, meningkatkan glikogenolisis, dan merangsang glukoneogenesis.

2.      Efek pada Lemak
Glukagon juga melawan efek insulin berkenaan dengan metabolisme lemak dengan mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesis trigliserida.  Glukagon meningkatkan pembentukan keton  (ketogenesis) di hati dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton.  Dengan demikian, dibawah pengaruh glukagon kadar asam lemak dan badan keton dalam darah meningkat.

3. Efek pada Protein
Glukagon menghambat sintesis protein dan meningkatkan penguraian protein di hati.  Stimulasi glukoneogenesis juga memperkuat efek katabolik glukagon pada metabolisme protein di hati.  Walaupun meningkatkan katabolisme protein di hati, glukagon tidak memiliki efek bermakna pada kadar asam amino darah karena hormon ini tidak mempengaruhi protein otot, simpanan protein yang utama di tubuh.
Dengan mempertimbangkan efek katabolik glukagon pada simpanan energi tubuh, dapat dengan tepat memperkirakan bahwa sekresi glukagon meningkat selama keadaan pasca-absorptif (puasa) dan menurun selama keadaan absorptif, berkebalikan dengan sekresi insulin.  Insulin sering disebut sebagai hormon pesta dan glukagon sebagai hormon puasa. 

Faktor utama  yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung konsentrasi glukosa darah pada pankreas endokrin.  Dalam hal ini sel              α-pankreas meningkatkan sekresi glukagon sebagai respon terhadap penurunan glukosa darah.  Efek hiperglikemik hormon ini cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke normal. Sebaliknya, peningkatan konsentrasi glukosa darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi glukagon, yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa darah ke normal.  Dengan demikian terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi glukosa darah dan kecepatan sekresi sel α pankreas, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek glukosa  darah pada sel β pankreas.  Dengan kata lain, peningkatan kadar glukosa darah menghambat sekresi glukagon dan merangsang sekresi insulin, sedangkan penurunan kadar glukosa darah menyebabkan peningkatan sekresi glukagon dan penurunan sekresi insulin.

Karena glukagon meningkatkan glukosa darah dan insulin menurunkan glukosa darah, perubahan sekresi hormon-hormon pankreas sebagai respon terhadap penyimpangan glukosa ini bekerja sama secara homeostatis untuk memulihkan kadar glukosa darah ke normal. 
Demikian juga penurunan konsentrasi asam lemak darah secara langsung merangsang pengeluaran glukagon dan menghambat pengeluaran insulin oleh pankreas, keduanya merupakan mekanisme kontrol umpan balik negatif untuk memulihkan kadar asam lemak darah ke normal.


           C.  Hormon Epinefrin
       Epinefrin merupakan katekolamin dihasilkan oleh medula adrenal, merupakan neuron pascaganglion           yang mengalami modifikasi.  Tidak seperti neuron simpatis pascaganglion biasa, neuron-neuron yang ada di medula adrenal tidak memiliki serat-serat akson yang berakhir di organ efektor.  Badan sel ganglion di dalam medula adrenal mengeluarkan zat perantara mereka langsung ke dalam darah setelah mendapat rangsangan dari serat praganglion.  Dalam hal ini zat perantara tersebut dapat digolongkan sebagai hormon, bukan neurotransmiter.  Seperti serat simpatis, medula adrenal memang mengeluarkan norepinefrin, tetapi zat yang paling banyak disekresi adalah epinefrin. Baik epinefrin maupun norepinefrin berasal dari kelas katekolamin, yang berasal dari asam amino tirosin, bedanya norepinefrin memiliki gugus metil. 
Epinefrin dan norepinefrin menimbulkan efek serupa di banyak jaringan, epinefrin biasanya memperkuat aktivitas simpatis.  Akan tetapi terdapat perbedaan-perbedaan respons yang penting yang dapat dijelaskan berdasarkan perbedaan pengaktifan berbagai reseptor.  Sebagai contoh epinefrin melalui pengaktifan eksklusif resptor β2, menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang memperdarahi otot rangka dan jantung.  Efek ini adalah diluar efek vasokonstriktor umum yang diperantarai oleh stimulasi reseptor α.  Epinefrin juga mampu menimbulkan efek-efek khusus, misalnya seperti efek metabolik, karena hormon ini dapat mencapai bagian-bagian yang tidak mendapat persarafan simpatis. 
Epinefrin hanya berfungsi atas perintah sistem saraf simpatis, yang bertanggung jawab menstimulasi sekresinya dari medula adrenal. Sekresi epinefrin selalu menyertai lepas muatan simpatis umum, sehinga aktivitas simpatis secara tidak langsung mengontrol efek yang ditimbulkan oleh epinefrin. 

Epinefrin memperkuat sistem saraf simpatis dan juga memiliki efek metabolik
Hormon-hormon adrenomedula tidak esensial untuk hidup, tetapi pada dasarnya hampir semua organ dipengaruhi zat golongan katekolamin ini.  Secara kolektif sistem saraf simpatis dan epinefrin adrenomedula memobilisasi berbagai sumber daya tubuh untuk menunjang aktivitas fisik puncak dalam menghadapi bahaya yang mengancam.
Secara umum, epinefrin merangsang mobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak, sehingga tersedia energi yang dapat segera digunakan oleh otot. 
Secara spesifik, epinefrin meningkatkan kadar glukosa darah melalui beberapa mekanisme yang berlainan.  Pertama, hormon ini merangsang glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, yang terakhir mengacu pada penguraian simpanan glikogen menjadi glukosa yang kemudian dibebaskan ke dalam darah.  Epinefrin juga merangsang glikogenolisis di otot rangka.  Namun karena adanya perbedaan dalam kandungan emzim antara hati dan otot, glikogen otot tidak dapat diubah langsung menjadi glukosa.  Bahkan pemecahan glikogen di otot akan menghasilkan asam laktat.  Asam laktat ini dikeluarkan dari darah oleh hati dan diubah menjadi glukosa, sehingga efek epinefrin pada otot rangka secara tidak langsung turut berperan meningkatkan kadar glukosa darah. 
Epinefrin dan sistem simpatis juga memiliki efek hiperglikemik dengan menghambat sekresi insulin, dan dengan merangsang sekresi glukagon. Selain meningkatkan kadar gula darah, epinefrin juga meningkatkan kadar asam lemak darah dengan mendorong lipolisis.
Efek metabolik epinefrin sesuai untuk situasi fight-or-flight.  Kadar glukosa dan asam lemak yang meningkat merupakan tambahan bahan bakar untuk menjalankan berbagai aktivitas otot yang dibutuhkan pada keadaan tersebut dan juga memastikan bahwa otak mendapat cukup makanan selama krisis saat individu yang bersangkutan tidak mengkonsumsi nutrien baru (puasa).  Otot dapat menggunakan asam lemak sebagai sumber energi, tetapi otak tidak. 
Karena efeknya yang luas, epinefrin juga meningkatkan laju metabolisme keseluruhan.  Di bawah pengaruh epenefrin banyak jaringan melakukan metabolisme dengan tingkat yang lebih tinggi.  Sebagai contoh, kerja jantung dan otot pernafasan meningkat, dan kecepatan metabolisme hati juga meningkat.  Dengan demikian epinefrin serta hormon tiroid dapat meningkatkan laju metabolisme.
Sekresi katekolamin oleh medula adrenal seluruhnya dikontrol oleh masukan simpatis ke kelenjar.  Apabila diaktifkan, sistem simpatis akan memicu pengeluaran katekolamin adrenomedula, yang membanjiri sirkirkulasi dengan epinefrin dengan konsentrasi sampai tiga ratus kali lipat di atas normal.   Faktor-faktor utama yang merangsang pengeluaran hormon adrenomedula adalah berbagai kondisi stres, misalnya trauma fisik atau psikologis, perdarahan, penyakit, olah raga, hipoksia (O2 arteri rendah), pejanan dingin, dan hipoglikemia (glukosa darah rendah) atau dalam keadaan puasa.

           D.  Hormon Kortisol
Hormon kortisol dihasilkan oleh korteks adrenal. Kortisol merupakan glukokortikoid utama yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat serta metabolisme protein dan lemak.  Kortisol memperlihatkan efek permisif yang bermakna pada aktivitas hormon lain, dan membantu kita mengatasi stres.
Efek keseluruhan dari pengaruh metabolisme kortisol adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak.
Secara spesifik, kortisol melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
a.       Hormon ini merangsang glukoneogenesis hati, yang mengacu pada perubahan sumber-sumber nonkarbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat di hati.  Di antara waktu makan dan sewaktu puasa, saat tidak ada nutrien baru yang diserap masuk ke darah untuk digunakan dan disimpan,  glikogen di hati cenderung habis karena terurai menjadi glukosa untuk dibebaskan ke darah.  Glukoneogenesis adalah faktor penting untuk mengganti simpanan glikogen hati dan mempertahankan kadar glukosa darah yang normal diantara waktu makan atau sewaktu puasa.  Penggantian ini penting karena otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya, namun jaringan saraf sama sekali tidak dapat menyimpan glikogen.  Dengan demikian konsentrasi glukosa dalam darah harus dipertahankan pada kadar yang sesuai agar otak yang tergantung glukosa mendapat nutrisi yang adekuat.

b.      Hormon ini menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan, kecuali otak, sehingga glukosa dapat digunakan oleh otak yang mutlak memerlukannya sebagai bahan bakar metabolik.

c.       Hormon ini merangsang penguraian protein di banyak jaringan, terutama otot.  Dengan menguraikan sebagian protein otot menjadi asam-asam amino konstituennya, kortisol meningkatkan konsentrasi asam amino darah.  Asam-asam amino yang dimobilisasi ini  siap digunakan untuk glukoneogenesis atau dipakai di tempat lain yang memerlukannya, misalnya untuk memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis struktur sel yang baru.

d.      Hormon ini meningkatkan lipolisis, penguraian simpanan lemak di jaringan adiposa, sehingga terjadi pembebasan asam-asam lemak ke dalam darah.  Asam-asam lemak yang dimobilisasi ini dapat digunakan sebagai bahan bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat memanfaatkan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa, sehingga glukosa dapat dihemat untuk otak.

Efek kortisol yang menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak menjadi penambahan simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan glukosa darah akan membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa. Di samping itu asam-asam amino yang dibebaskan oleh penguraian protein akan dapat digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak apabila terjadi cedera fisik.  Dengan demikian terjadi peningkatan ketersediaan glukosa, asam amino, dan asam lemak untuk digunakan apabila diperlukan.

Pengaturan Sekresi Kortisol
Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh simtem umpan balik negatif lengkung panjang yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior.  Hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol.  ACTH berasal dari sebuah molekul prekursor besar yaitu proopiomelanokortin yang diproduksi di dalam retikulum endoplasma sel penghasil ACTH hipofisis anterior. Sebelum disekresikan prekursor besar ini dipotong menjadi ACTH dan beberapa peptida lain yang secara biologis aktif, yaitu melanocyte stimulating hormone (MSH) dan β-endorfin.
ACTH merangsang pertumbuhan dan sekresi kedua lapisan dalam korteks adrenal.  Apabila tidak terdsedia ACTH dalam jumlah adekuat , lapisan-lapisan ini akan menciut secara bermakna, dan sekresi kortisol akan secara drastis berkurang. 
Sel penghasil ACTH hanya memsekresi atas perintah corticotropin-releasing-hormone (CRH) dari hipotalamus.  Kontrol umpan balik dilaksanakan oleh efek penghambat kortisol pada sekresi CRH dan ACTH, masing-masing oleh hipotalamus dan hipofisis anterior.  Sistem umpan balik negatif  kortisol berfungsi untuk mempertahankan agar sekresi kortisol relatif konstan yang diselingi oleh letupanp-letupan sekresi tingkat sedang dan dipisahkan oleh periode hening, yakni sekresi minimal atau tidak ada.  Jumlah kortisol yang disekresikan pada setiap letupan tidak banyak berbeda, tetapi jumlah total kortisol yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu dapat diubah dengan mengubah frekuensi letupan-letupan sekretorik.  

            E.     Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone / GH)
Hormon pertumbuhan (GH) dihasilkan oleh hipofisis anterior.  Semua hormon hipofisis anterior tidak disekresikan dengan kecepatan konstan.  Dua faktor terpenting yang mengatur sekresi hormon hipofisa anterior adalah (1) hormon hipotalamus dan      (2) umpan balik oleh hormon organ sasaran. 
GH diatur  oleh dua hormon hipofisiotropik yaitu : growth hormone-releazing hormone (GHRH) merangsang sekresi hormon pertumbuhan (GH) sementara growth hormone-inhibiting hormone (GHIH) yang juga dikenal sebagai somatostatin, menghambat sekresi GH.
Sekresi hormon pertumbuhan (GH) yang terus tinggi diluar masa pertumbuhan mengisyaratkan bahwa hormone ini memiliki pengaruh penting selain pengaruhnya pada pertumbuhan.  Efeknya mendorong pertumbuhan sudah banyak diketahui.  Efek metaboliknya yang tidak berkaitan dengan pertumbuhan juga diketahui, tetapi peran fisiologis hormon ini belum jelas benar.
Hormon pertumbuhan (GH) meningkatkan kadar asam lemak di dalam darah dengan meningkatkan penguraian simpanan lemak trigliserida di jaringan adiposa, dan meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengurangi penyerapan glukosa oleh otot.  Otot menggunakan asam lemak dan tidak menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya.  Dengan demikian  efek metabolik keseluruhan hormon pertumbuhan (GH) adalah untuk memobilisasi simpanan lemak sebagai sumber energi utama, sementara penyimpanan glukosa untuk jaringan yang bergantung pada glukosa, misalnya otak.  Otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya namun jaringan saraf tidak dapat menyimpan glikogen (bentuk simpanan glukosa).  Pola metabolik ini dapat digunakan untuk mempaertahankan tubuh selama periode puasa jangka panjang atau situasi lain saat kebutuhan energi tubuh melebihi simpanan glukosa yang tersedia.

            F.     Hormon Tiroid
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang menyatu dibagian tengah oleh bagian sempit kelenjar, sehingga kelenjar ini tampak seperti kupu-kupu.  Sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi gelembung – gelembung berongga, yang masing-masing membentuk unit fungsional yang disebut folikel berbentuk cincin dengan lumen bagian dalam dipenuhi koloid, yaitu suatu bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon toroid. 
Konstituen utama koloid adalah molekul besar dan kompleks yang disebut tiroblobulin.  Di dalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai tahapan pembentukannya.  Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung iodium, yang berasal dari asam amino tirosin yaitu : tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3).  Kedua hormon ini secara kolektif disebut hormon tiroid yang merupakan regolator penting bagi laju metabolisme basal keseluruhan.
Sintesis Tiroid
Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel.  Tirosin adalah asam amino yang dissintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sedangkan iodium harus diperoleh dari makanan. 
Pembentukan, penyimpanan dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut :
  1. Tiroglobulin dihasilkan oleh kompleks golgi / retikulum endoplasma sel folikel tiroid.  Tirosin menyatu kedalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel kedalam koloid melalui eksositosis.
  2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui pompa iodium yang sangat aktif atau protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi  yang terletak dimembran luar sel folikel.
  3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat kesebuah tirosin di dalam molekul tiroglobulin.  Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT).  Perlekatan dua iodium menghasilkan diiodotirosin (DIT).
  4. Terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid.  Penggabungan dua DIT menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin).  Penggabungan satu MIT dengan satu DIT menghasilkan triiodotironin atau T3. Penggabungan tik terjadi antara dua molekul MIT.

Hormon tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai mereka dipecah dan disekresikan.

Efek Pada Metabolisme Tubuh
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolik basal tubuh keseluruhan.  Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.
Yang berkaitan erat dengan efek metabolik keseluruha dari hormon tiroid adalah efek kalorigenik (penghasil panas). Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas.
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam metabolisme bahan bakar.  Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat multifaset, yaitu hormon ini tidak saja dapat mempengaruhiu sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak, dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang bertentangan.  Sebagai contoh perubahan glukosa menjadi glikogen dipermudah oleh keberadaan hormon tiroid dalam jumlah kecil. Tetapi kebalikannya penguraian glikogen menjadi glukosa tewrjadi apabila terdapat hormon tiroid dalam jumlah besar.  Sehingga dalam keadaan puasa dibutuhkan hormon tiroid dengan jumlah besar. 
Demikian juga sejumlah tertentu hormon tiroid diperlukan untuk sintesis protein yang deperlukan untuk pertumbuhan tubuh, namun hormon tiroid dalam dosis tinggi menyebabkan penguraian protein.  Dalam dosis tinggi hormon tiroid juga meningkatkan penguraian lemak sehingga terjadi penurunan simpanan lemak.
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin).  Dengan meningkatkan proliferasi reseptor spesifik katekolamin, sehingga mempunyai efek simpatomimetik.

Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid
Hormon tiroid diatur oleh sumbu hipotalamus – hipofisis – tiroid.  Thyroid-stimulating hormone (TSH) adalah hormon tropik tiroid dari hipofisis anterior merupakan regulator fisiologis terpenting bagi sekresi hormon tiroid.  Hampir semua langkah pembentukan dan pengeluaran hormon tiroid dirangsang oleh TSH.  TSH juga bertanggung jawab untuk mempertahankan integritas struktural kelewnjar tiroid.
Hormon tiroid dengan mekanisme umpan balik negatif mematikan sekresi TSH, sementara thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus secara tropik menghidupkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior.  
By: Hadi Sunaryo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.